PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN  CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP  MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA 

Manusia sebagai makhluk yang dibekali potensi untuk berpikir akan berusaha mengembangkan potensi diri sebagai bekal dalam melangsungkan kehidupan. Salah satu upaya dalam mengembangkan potensi diri adalah dengan belajar dan menempuh pendidikan. Pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas guna mewujudkan generasi yang cakap dalam menghadapi perkembangan zaman. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Qur’an Surah Al-Ankabut ayat 4 “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang memahaminya kecuali mereka yang berilmu.” (QS. Al-Ankabut:43)

Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surah Al-Ankabut ayat 43 bahwa seseorang tidakakan dapat memahami perkara-perkara yang ada dalam kehidupan ini kecuali orang yang berpendidikan (mempunyai ilmu pengetahuan). ilmu pengetahan inilah yang akan mengarahkan seseorang dalam berpikir dan bertindak, sehingga diharpkan terwujud generasi muda yang tumbuh dengan nilai-nilai spiritual, berakhlak mulia, cerdas dan terampil serta menjunjung nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Nasional yang termuat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai tujuan serta meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu faktor penentu ketercapaian pendidikan siswa adalah adanya motivasi yang tinggi untuk dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal. Motivasi merupakan salah satu faktor yang menunjang semangat belajar siswa. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman “Bacalah  dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-Alaq: 1-5)

Berdasarkan penjelasan dalam Q.S. Al-Alaq ayat 1-5 ini Allah subahanahu wa ta’ala mengulang dua kali perintah untuk membaca. Hal iini menunjukkan bahwa islam memerintahkan dan memotivasi manusia untuk membaca, sebagai salah satu kegiatan awal dalam proses belajar. oleh karena itu motivasi adalah hal yang penting dalam proses pembelajaran, khusunya bagi siswa.

Siswa yang mempunyai motivasi belajar akan menyebabkan siswa tersebut semangat dalam belajar dan mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Fauziah et al (2017) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan dorongan yang berasal dari diri individu, baik secara sadar maupun tidak sadar agar melakukan sesuatu untuk  mencapai suatu  tujuan. Motivasi belajar yang tinggi diharapkan akan berdampak pada hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah mengalami proses belajar. Sipayung (Sigalingging et al., 2022) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Salah satu faktor yang berperan besar dalam proses pembelajaran adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Menurut UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, melatih dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Pada saat melaksanakan proses pembelajaran, guru sebaiknya menciptakan situasi belajar yang aktif dan menyenangkan bagi siswa. Praktiknya, tidak sedikit guru yang masih mengandalkan pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Pembelajaran hanya menitikberatkan pada transfer pengetahuan, aktivitas guru lebih banyak mendominasi dan kurang melibatkan siswa. Kondisi seperti ini terkadang membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran, terlebih pada materi-materi yang bersifat abstrak seperti materi pelajaran matematika.

Susanto (Sigalingging et al., 2022) mengungkapkan bahwa usia sekolah dasar (7-13 tahun) menurut Teori kognitif Piaget termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umunya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Oleh karena itu penanaman konsep matematika menjadi hal yang utama karena penanaman konsep yang baik merupakan salah satu langkah yang dapat menjembatani siswa dalam memahami dan menghubungkan konsep matematika yang abstrak dengan kemmapuan kognitif siswa yang masih konkret. Guru harus mampu meyakinkan siswa bahwa matematika bukanlah pelajaran yang menakutkan dan membosankan.

Berdasarkan hasil observasi diperoleh beberapa kondisi seperti pembelajaran yang lebih didominasi guru sehingga menyebabkan siswa kurang aktif saat pembelajaran berlangsung, sebagian siswa kurang memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru, serta tidak bersemangat dalam mengerjakan tugas. Kondisi tersebut menunjukkan kurangnya  motivasi belajar siswa. Selain itu hasil belajar siswa dari aspek kognitif masih tergolong kurang.

Kondisi serupa ditemukan oleh Umi & Taufina (2020) yang menjelaskan bahwa berdasarkan observasi yang dilakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan masih terpusat pada guru (teacher centre), pembelajaran tidak dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari serta proses pembelajaran menggunakan metode konvensional sehingga siswa kurang aktif serta cepat merasa jenuh dalam pembelajaran. Selanjutnya Majid et al (2021) menyatakan bahwa berdasarkan observasi yang dilakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan masih terpusat pada guru dengan pendekatan pembelajaran konvensional. Aktivitas pembelajaran matematika diisi dengan kegiatan penyampaian materi, mencatat, kemudian siswa mengerjakan soal-soal, pembelajaran juga tidak dikaitkan dengan konteks kehiduapan  sehari-hari. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menyediakan fasilitas belajar bagi siswa untuk mencari, mengelola serta menemukan pengalaman nyata dan menghubungkan pengetahuan yang dipelajari dengan kehidupan nyata, yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). 

Hudson dan Dennis (Laili, 2016) menyatakan CTL adalah konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan apliaksinya untuk kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

 


Comments

Follow Us

Total Pengunjung