Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Pendekatan Konstruktivisme
Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Pendekatan Konstruktivisme
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori konstrukivisme merupakan teori
belajar yang termasuk dalam teori belajar kognitif. Teori konstruktivisme mulai
digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh J. Piaget pada
akhir abad ke-20. Menurut teori ini pada dasarnya tiap individu sejak kecil
sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” orang lain, akan tetapi hasil dari
proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan akan tersusun
atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya
mengorganisasikan pengalaman barunya berdasar pada kerangka kognitif yang sudah
ada dalam pikirannya. Dengan demikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Seorang siswa harus
membangun sendiri pengetahuan tersebut dalam otak masing-masing.Pengetahuan
yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya akan diingat sementara.
Menurut J. Piaget proses mengkonstruksi pengetahuan oleh tiap individu dapat
terjadi karena tiap individu memiliki struktur kognitif yang dinamakan skema. Skema terbentuk karena
pengalaman. Misalnya anak senang bermain dengan kelinci dan kucing yang
sama-sama berwarna putih, karena anak tersebut sering bermain dengan hewan
peliharaannya tersebut ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa
kelinci berkaki dua sedangkan kucing berkaki empat. Berkat pengalaman anak pada
ilustrasi di atas, maka dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang
binatang berkaki dua dan berkaki empat. Semakin dewasa anak, maaka semakin
sempurna skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
penyempurnaan skema, dan akomodasi adalah proses merubah skema yang sudah ada
hingga terbentuk skema baru. Misalnya pada suatu hari anak merasa sakit karena
terpercik api, maka berdasarkan pengalamannya terbentuk skema tentang api,
bahwa api harus dihindari. Dengan demikian ketika melihat api,secara reflek ia
akan menghindar. Semakin dewasa, pengalaman tentang api semakin bertambah.
Ketika ia melihat ibunya memasak menggunakan api atau melihat ayahnya
menyalakan rokok dengan api, maka skema awal tentang api yang telah terbentuk
disempurnakan, bahwa api bukan harus dihindari tapi dimanfaatkan. Pandangan J.
Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan terbentuk dalam struktur
kognitif individu, sangat berpengaruh terhadap paradigma proses pendidikan di
sekolah, yaitu berkembangan metode pembelajaran yang tidak menjadikan guru
sebagai satu-satunya sumber belajar. Secara rinci implikasi dari teori belajar
konstruktivisme dalam pendidikan anak yang dikutip oleh Hamzah dari Poedjiadi
(2006) adalah sebagai berikut :
1)
Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi.
2)
Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari–hari dan peserta didik diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru
hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Hakikat
Pembelajaran Matematika Menurut Pendekatan Konstruktivisme
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar kontruktivisme, pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. artinya bahwa
siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Pengertian pendekatan konstruktivisme
adalah pendekatan yang mengajak siswa untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam
memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama sehingga didapatkan suatu
penyelesaian yang akurat. Tiga penekanan dalam teori belajar dengan pendekatan
konstruktivisme sebagai berikut: peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna, pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
mengkonstruksian pengetahuan tersebut dan mengaitkan antara gagasan dengan
informasi baru yang diterima.
Dari prinsip utama dalam pembelajaran dengan metode
pendekatan belajar kontruktivisme adalah pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa dan fungsi kognitif
bersifat adatif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang
dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya
keterlibatan anak secara aktif dalam proses belajar matematika dengan pengaitan
sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.
Seseorang akan lebih muda mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika itu sendiri. Selain penekanan
dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam metode pendekatan
belajar konstruktivisme, Hanbury (1996:3) mengemukakan sejumlah aspek dalam
kaitannya dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkontruksi
pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2)
matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa
lebih bernilai dan, (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Untuk
meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan
metode pendekatan konstruktivisme adalah: (1)memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan
kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih
kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba
gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan
diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada metode
pendekatan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka. bukan kepatuhan siswa dalam merefleksikan
atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
Comments
Post a Comment