01. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika menurut pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey
Herwandi Sape, (2023) Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika menurut pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey.
Pendekatan Kontesktual
Penerapan pendekatan kontekstual di Amerika bermula dari pandangan
ahli pendidikan klasik John Dewey pada tahun 1916. Dewey mengusulkan suatu
kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman
siswa. Filosofi pendekatan kontekstual berakar dari paham progresivisme John
Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari
berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan
produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah
(Nurhadi,2003:8).
Pendekatan kontekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih
bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah,
tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak
hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali
siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses
pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut
untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan, memberdayakan siswa, dan bukan mengajar siswa. Dengan prinsip
pembelajaran seperti itu, pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan
aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikonstruksi (dibangun)
sendiri oleh siswa dengan fasilitasi dari guru. Siswa belajar dengan mengalami
sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan
itu. Pembelajaran dengan cara seperti diatas disebut pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual, yakni: kontruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat
belajar, pemodelan dan penilaian autentik (Trianto,2008:20).
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan
mereka sebagai anggota kelurga dan masyarakat (Nurhadi,2003:4).
Lebih tegas Blanchard dalam Trianto (2008:10), mengatakan bahwa:
Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang
membantu guru menghubungkan konten marei ajar dengan situasi-situasi dunia
nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuannya dan
penerapannya ke dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara,
dan tenaga kerja. Dengan kata lain, CTL adalah pembelajara yang terjadi dalam
hubungan erat dengan pengalaman sebenarnya.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki karakteristik
yang berbeda dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan lain. Dalam
pembelajaran kontekstual ada kerjasama antar siswa, antara siswa dengan guru
sebagai fasilitator dan motivator. Karakteristik yang kedua yaitu saling
menunjang dalam kegiatan pembelajaran, menyenangkan dan tidak membosankan
sehingga siswa lebih bergairah dalam belajar. Kelas kontekstual juga merupakan
kelas yang terintegrasi, materi pembelajaran menggunakan berbagai sumber bukan
satu sumber saja.
Ada sejumlah alasan mengapa pendekatan kontekstual dikembangkan
sekarang ini. Sejumlah alasan tersebut dikemukakan oleh Nurhadi (2003:4)
sebagai berikut:
Penerapan konteks budaya dalam pengembangan silabus, penyusunan buku
pedoman guru, dan buku tes akan mendorong sebagian besar siswa untuk tetap
tertarik dan terlibat dalam kegiatan pendidikan, dapat meningkatkan kekuatan
masyarakat memungkinkan banyak anggota masyarakat untuk mendiskusikan berbagai
isu yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat.
Penerapan konteks personal, konteks ekonomi, konteks politik dapat
meningkatkan keterampilan komunikasi, kesejahteraan sosial, dan pemahaman siswa
tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap masyarakat, akan membantu
lebih banyak manusia dalam kegiatan pendidikan dan masyarakat.
Pendekatan kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran
memiliki 7 (tujuh) asas/komponen. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan
proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Ke tujuh asas pendekatan kontekstual tersebut, yaitu sebagai
berikut:
- Konstruktivisme (Constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong (Trianto,2008:26). Dalam pandangan konstruktivis, strategi
memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses
tersebut dengan:
- Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
- Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
- Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
- Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hasil menyimak seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
Adapun langkah-langkah kegiatan inkuiri menurut Trianto (2008:30) adalah
sebagai berikut:
- Merumuskan masalah,
- Mengamati atau melakukan observasi,
- Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya,
- Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
- Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.
Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,
sedangkan menjawab pertanyaan adalah mencerminkan kemampuan seseorang dalam
berpikir (Sanjaya,2006:266). Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan
bertanya berguna untuk:
- Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis;
- Mengecek pemahaman siswa;
- Membangkitkan respon kepada siswa;
- Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
- Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa;
- Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
- Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan
- Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
- Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran
dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang
anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah lemah, yang tahu memberi
tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang
mempunyai gagasan segera member usul, dan seterusnya.
- Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembejaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada
model yang bisa ditiru oleh siswanya. Dalam pembelaran kontekstual, guru bukan
satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa,orang
luar yang ahli dalam bidang tertentu, serta dapat juga berupa alat peraga.
- Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima Trianto (2008:35). Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu
sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa:
- Penyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu;
- Catatan atau jurnal dibuku siswa;
- Kesan atau saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;
- Diskusi; dan
- Hasil karya.
- Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Penilaian autentik adalah prosedur penilaian pada pembelajaran
kontekstual pula, yaitu proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan belajar siswa. Karakteristik penilaian autentik menurut
Kunandar (2008:315) adalah:
- Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja, dan produk;
- Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
- Menggunakan berbagai cara dan sumber;
- Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian;
- Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari;
- Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas).
Adapun ciri-ciri pendekatan kontekstual yang dikemukakan oleh Kunandar
(2007:299), yaitu sebagai berikut:
1) Kerja sama; 2) Menekankan pentingnya pemecahan masalah; 3) Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda; 4) Saling menunjang; 5) Menyenangkan, tidak membosankan; 6). Belajar dengan bergairah; 7) Pembelajaran terintegrasi; 8) Menggunakan berbagai sumber; 9) Siswa aktif; 10) Sharing dengan teman; 11). Dinding kelas penuh dengan hasil karya siswa; 12) Siswa kritis, guru kreatif; 13) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, dan lain-lain.
Penerapan model pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh guru
dikelas, memiliki langkah-langkah pembelajaran. Sebagaimana yang dijabarkan
oleh Depdiknas (Trianto, 2008:25-26) secara garis besar langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bartanya.
- Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
- Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dalam pendekatan kontekstual hal-hal yang biasa digunakan sebagai
dasar menilai hasil belajar siswa adalah proyek kegiatan/laporan, PR, kuis,
karya siswa, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal,
hasil tes tertulis, karya tulis. Dengan penilaian sebenarnya siswa dinilai
kemampuannya dengan berbagai cara, salah satunya adalah tes tertulis sebagai
sumber data untuk meihat kemampuan/prestasi siswa.
Dari uraian di atas, ada beberapa kelebihan dalam penggunaan model
pembelajaran CTL yaitu siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi dan saling mengoreksi
dan siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran
mereka masing-masing. Sedangkan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran
kontekstual yaitu siswa dituntut belajar melalui pengalaman sendiri bukan
menghafal, untuk siswa yang kurang mampu dalam belajar ia akan merasa kesulitan
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Solusinya yaitu bagi siswa yang kurang
pandai, dengan adanya belajar kelompok, diskusi dan adanya saling mengoreksi diharapkan
dapat terbantu
Comments
Post a Comment